Selasa, 06 Agustus 2019

Prinsip Keselamatan


Pdt. Petra Fanggidae

KW Filemon, 06 Agustus 2019

Prinsip Keselamatan

Belajar dari peristiwa gempa bumi dan mati lampu yang melanda Jabodetabek beberapa hari ini cukup membuat kita kalang-kabut sekaligus memberi kita gambaran bahwa kita tidak bisa selamanya bergantung pada system digital. Perlu semacam persiapan mengahadapi saat-saat darurat semacam itu.
Demikian juga terhadap keselamatan, perlu dipahami dan dipersiakan sedini mungkin selagi kita masih hidup. Berbicara mengenai kesemalatan, maka kita akan membahas beberapa pertanyaan antara lain:
  1. 1.     Siapa yg diselamatkan
  2. 2.      Apakah Roh Kudus sifatnya permanen dalam diri orang percaya?
  3. 3.      Apakah harus memilki karunia Roh?
  4. 4.      Mungkinkah orang yg deselamatkan murtad?

(pertama) siapa yang diselamatkan?
Yohanes 10:28
Keselamatan tentu disediakan Allah bukan hanya untuk orang Kristen, tetapi untuk semua orang. Artinya jika kita menerima keselamatan, artinya itu adalah anugerah dan kita tidak tidak bisa meminta. Anugerah Allah memang sepertinya gratis tetapi bukan berarti murahan. Sebab anugerah Allah menyangkut pengampunan dosa dan keselamatan yang tidak dapat diukur harganya dengan apapun. Hanya orang pilihan yang berhak menerima anugerah, bahkan anugerah tidak bisa dicari maupun dibayar dengan perbuatan baik. Anugerah murni merupakan hak prerogative dari Allah.

(kedua) Apakah Roh Kudus bersifat permanen dalam diri orang percaya?
Roma 8:15
Kita tidak akan bisa menyebut Dia Bapa jika tidak dengan Roh Kudus. Jadi Roh Kudus yang masuk dan membuat kita menjadi percaya kepada Allah. Ketika kita menjadi percaya dan Roh Kudus memateraikan kita, maka kita tidak akan pernah bisa lepas dari anugerahNya. Pertanyaan, apakah seseorang yang sudah dimateraikan masih bisa jatuh? Bisa, tetapi Roh Kudus akan menopang hingga ia jatuh tidak sampai tergeletak.
(Roma 8:16-17). Jadi jika kita melihat orang belum bertobat, tidak ada hak kita untuk memaksa, karena semua itu adalah hak dan otoritas Allah yang memberi anugerah.

(ketiga) apakah orang yang diselamatkan harus memilki karunia Roh?
Orang yang sudah diselamatkan tidak harus memilki karunia roh, tetapi mutlak memilki buah Roh. Tidak mungkin seseorang mengaku penuh Roh Kudus jika buah-buah Roh nya belum kelihatan. Itu sebabnya seseorang bisa melakukan mujizat, kotbah, dan bernubuat, tetapi  belum tentu orang itu kehidupannya memilki buah Roh.

(keempat), mungkinkah orang yang diselamatkan berubah menjadi murtad?
Dalam Alkitab kita mengenal istilah orang fasik , dimana seseorang melakukan perbuatan dosa  karena tidak tahu tentang dosa ataupun tidak mengenal kebaikan. Orang ini tidak mungkin mencari Tuhan. Lalu ada orang bebal, dimana orang ini adalah tipe orang yang mengerti tentang dosa, tahu ini salah atau benar, tetapi enggan untuk melakukan kebenaran. Kedua tipe ini sudah pasti jauh dari anugerah keselamatan Allah.
Sebaliknya orang yang sudah dimateraikan oleh Roh Kudus, ia akan memilIki kepekaan. Roh Kudus akan mangingatkan jika ia melakukan kesalahan. Jadi jika Tuhan yang memberikan keselamatan bagi seseorang, berarti Ia sendiri telah menjamin keselamatan itu melalui Roh Kudus (Yoh. 10:28).
Pengenalan akan Tuhan yang membawa pada keselamatan dibagi dalam tiga kategori:
a.  Ginosko, seseorang yang melihat, mendengar karya Allah yang mebuat ia percaya.
b.  Epiginosko, seseorang yang melihat, mendengar dan mengalami kebaikan Tuhan yang membuat ia percaya (keduanya ini masih bisa murtad)
c.  Oida, seseorang yang mendengar, melihat, mengalami dan membuat ia sungguh-sungguh percaya hingga akhirnya dimateraikan oleh Roh Kudus, dan yang ini tidak mungkin akan murtad, karena Roh Kudus termaterai dalam dirinya.
Jadi pengalaman kita bersama Tuhan tidak boleh hanya sampai kepada mendengar, melihat dan mengalami kebaikan Tuhan, melainkan harus membawa kita pada tingkat sungguh-sungguh percaya, yang kemudian terimplikasi dalam kehidupan kita. Maka barulah kemudian keselamatan tersebut dimateraikan oleh Roh Kudus dalam diri kita. Kesungguhan itu seperti cinta mula-mula kita kepada Tuhan, bagaimana peristiwa perjumpaan kita yang pertama dengan Allah terpelihara dengan baik secara terus menerus.

Pertanyaan:
1.      Bagaimana dengan hamba-hamba Tuhan yang jatuh?
Jawab: Sudah pasti ia belum menerima anugerah atau belum sungguh-sungguh dalam Tuhan, atau dengan kata lain yang bersangkutan belum mengalami perjumpaan secara khusu dengan Tuhan.

2.      Bagaimana dengan hipergrace?
Pada dasarnya anugerah tidak boleh dipandang sebagai kebebasan berbuat dosa. Pandangan itu terlalu jauh, bahkan Joseph Prince pun tidak mengajarkan demikian. Anugerah harus dipandang sebagai pemberian Allah secara cuma-cuma untuk keselamatan yang meskipun sebetulnya kita tidak layak untuk menerimanya.
Anugerah untuk keselamatan dan pengampunan dosa.

Kemurahan Allah yang membuat kita layak melayani Dia dan belas kasihan Allah yang membuat kita masih hidup sampai saat ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar