Kamis, 06 Oktober 2016

Pdt. Erastus Sabdono, Menjadi Kekasih Tuhan


Menjadi Kekasih Allah, Pdt. Erastus Sabdono, PDO Filemon, 15 Agustus 2016,
Lukas 12:46

Menjadi kekasih Tuhan semestinya menjadi tujuan utama yang harus kita kejar dalam hidup. Menjadi kekasih Tuhan hanya dapat kita peroleh ketika kita membangun hubungan yang solid dan permanen dengan Dia, serta hidup menurut standar yang Ia tetapkan. Memang, untuk menjadi kekasih Tuhan kita harus membayar harga yang mahal. Kita harus rela untuk tidak memilih dan mencintai susuatu yang lain dalam dunia ini, selain mencintai  Tuhan. (Mazmur 73:25-26). Memiliki keterikatan dengan Tuhan, merupakan sikap orang-orang yang menjadi kekasih Tuhan. Dan itu tidak cukup hanya dengan yakin dan merasa bahwa Allah ada dalam aku, namun pola pandang terhadap dunia, dan cara hidup yang sepenuhnya bergantung pada Tuhan haruslah nyata.
Merasa sudah bertemu dengan Tuhan dalam ibadah yang dirancang sedemikian rupa kebanyakan masih bersifat firtual. Dan hal tersebut merupakan ciri dari orang-orang  agamawi yang  merasa puas cukup dengan mengalami suasana seperti itu. Padahal suatu tatah ibadah dapat saja diatur sedemikian rupa untuk membawa jemaat dalam suasana yang sakral, dimana Allah seakan hadir ditengah jemaat-Nya. Dan tidak jarang dari suasana tersebut, hanyalah sekadar fantasi dan imajinasi semata. Allah tidak dapat disogok dengan pujian dan penyembahan dalam suatu tatanan liturgy ibadah yang meriah. Melainkan Ia akan kita jumpai dalam pengalaman hidup sehari-hari, melalui hubungan erat yang senantiasa terjalin dengan-Nya, sampai kita menyatu dengan Roh-Nya  (I Korintus 6:17). Dalam diri kita, Allah telah menjadikan suatu rongga dimana Ia dapat bertemu dengan kita. Rongga tersebut adalah hati, dan Ia ingin agar rongga tersebut kita isi dengan kehausan yang mendalam akan Dia, bukan kepada hal-hal yang lain.
Semestinya dalam masa hidup yang sudah kita jalani, kita telah menemukan Tuhan secara pribadi, dan menjadi satu dengan Dia. Namun sayang, masih banyak dari kita yang justru masih tertarik kepada dunia daripada tertarik dengan kepada Tuhan. Kita lebih cenderung membuat rongga yang sudah dibagun oleh Allah dalam diri kita dipenuhi oleh kehausan dengan hal-hal duniawi, dan berusaha memuaskannya. Kita tidak sadar bahwa dunia ini tidak dapat memberikan kita kepuasan yang kekal. Bahkan dengan terus berusaha memuaskan hati dengan dunia, kita sebenarnya sedang membuat hidup kita semakin jauh dari Tuhan. Alkitab telah  memberikan gambaran bahwa batas umur kita hanya sampai tujuh puluh tahun. Artinya hidup kita singkat dan terbatas. Oleh sebab itu, perlu merenungkan, untuk apa kita bersusah-susah mengumpulkan hal-hal yang sifatnya sementara? Kita seharusnya mempergunakan waktu yang masih ada dengan mengupayakan hal-hal yang bersifat kekal. Dengan berupaya menjadikan diri menjadi kekasih Tuhan lewat upaya untuk bertemu dengan Dia secara pribadi.

 












Tidak ada komentar:

Posting Komentar