Filipi 3:7-9
Pada
dasarnya manusia memiliki kebutuhan primer sebagai kebutuhan yang wajib
dipenuhi, lalu kebutuhan sekunder dipenuhi bila kebutuhan primer sudah
tertutupi. Selanjutnya ada tertier, berupa pemenuhan kebutuhan akan barang-barang
yang mewah dan hal-hal lain yang menyangkut kesenangan manusia. Kebutuhan
tertier dapat dipenuhi jika kebutuhan primer dan sekunder sudah tertutupi.
Namun sangat keliru bila kebutuhan tertier justru menjadi kebutuhan yang
diutamakan, sebab manusia dapat terbelenggu oleh kebutuhan yang bersifat
tertier tersebut.
Sebagai
orang percaya, pergumulan kita tentu bukan lagi pergumulan yang bersifat etika
moral umum, seperti berbohong, berbuat jahat, mencuri dan sebagainya, namun
pergumulan kita jauh lebih dalam, yakni menyangkut hal-hal batiniah, seperti
tulus atau tidak tulus cinta kita kepada Tuhan, atau mungkin ada motivasi yang
lain. Panggilan kita sebagai Anak Allah adalah kita berusaha menaklukkan diri
kita sendiri. Menaklukkan keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan
hidup. Secara de jure, kematian Tuhan Yesus disalib adalah untuk memilki kita.
namun belum secara de facto. Kita masih harus terus berjuang untuk hidup kudus
agar kita layak menjadi Anak Allah. Standar hidup untuk menjadi Anak Allah adalah
Tuhan Yesus. (Ibrani 5:7-9, Filipi 2:5-7) Menjadi Anak Allah kita harus starting from zero, memulai segala sesuatu
yang baru dari nol. Kita juga melihat Yesus dalam Lukas 2:52, dan FilipI 2:17-18, Yesus mengosongkan
diri-Nya dan memilih untuk tidak berdosa. Ia dalam segala hal disamakan dengan
kita, namun Ia memilih untuk tetap hidup saleh dan melakukan semua kehendak
Allah. Kesalehan Yesus telah membuat Ia dibangkitkan dan menang atas maut.
Bukan karena kuasa Allah, namun oleh hidup-Nya yang saleh. Hidup saleh dan suci
yang dimiliki Yesus menjadi ukuran untuk kita layak disebut Anak Allah. Hidup
yang saleh tentu dapat dilihat dari hidup yang selalu intim dengan Tuhan,
selanjutnya hidup yang tertib dan benar dalam segala hal.
Karena Yesus
adalah standard, maka apa yang dialami oleh Dia, haruslah juga kita alami.
Diperlakukan tidak adil, dimusuhi, dihina, dan sebagainya. Dan untuk menjadi
serupa dengan dengan Dia, kita harus rela menerima kenyataan yang demikian.
Menjadikan
Yesus sebagai yang utama dalam hidup dan berusaha untuk serupa dengan Dia.
(Ibrani 12:1-2). Jadi, menjadi serupa
dengan Yesus Kristus ternyata adalah kebutuhan kita yang utama. Kebutuhan
tertier bukanlah kewajiban, namun bukan berarti tidak boleh, Kita boleh
menikmati setiap fasilitas yang ada di dunia ini, tetapi janganlah itu membuat
kita terbelenggu, sebab Tuhan harus tetap yang utama bagi kita.
Amin
BalasHapus