Rabu, 07 Oktober 2015

Mengutamakan Tuhan, Pdt. Erastus Sabdono, PDO Filemon

Ringkasan kotbah PDO Filemon, Senin, 05 Oktober 2015."Mengutamakan Tuhan". Pdt. Erastus Sabdono.

Filipi 3:7-9

Pada dasarnya manusia memiliki kebutuhan primer sebagai kebutuhan yang wajib dipenuhi, lalu kebutuhan sekunder dipenuhi bila kebutuhan primer sudah tertutupi. Selanjutnya ada tertier, berupa pemenuhan kebutuhan akan barang-barang yang mewah dan hal-hal lain yang menyangkut kesenangan manusia. Kebutuhan tertier dapat dipenuhi jika kebutuhan primer dan sekunder sudah tertutupi. Namun sangat keliru bila kebutuhan tertier justru menjadi kebutuhan yang diutamakan, sebab manusia dapat terbelenggu oleh kebutuhan yang bersifat tertier tersebut.
Sebagai orang percaya, pergumulan kita tentu bukan lagi pergumulan yang bersifat etika moral umum, seperti berbohong, berbuat jahat, mencuri dan sebagainya, namun pergumulan kita jauh lebih dalam, yakni menyangkut hal-hal batiniah, seperti tulus atau tidak tulus cinta kita kepada Tuhan, atau mungkin ada motivasi yang lain. Panggilan kita sebagai Anak Allah adalah kita berusaha menaklukkan diri kita sendiri. Menaklukkan keinginan mata, keinginan daging dan keangkuhan hidup. Secara de jure, kematian Tuhan Yesus disalib adalah untuk memilki kita. namun belum secara de facto. Kita masih harus terus berjuang untuk hidup kudus agar kita layak menjadi Anak Allah.  Standar hidup untuk menjadi Anak Allah adalah Tuhan Yesus. (Ibrani 5:7-9, Filipi 2:5-7) Menjadi Anak Allah kita harus starting from zero, memulai segala sesuatu yang baru dari nol. Kita juga melihat Yesus dalam Lukas 2:52,  dan FilipI 2:17-18, Yesus mengosongkan diri-Nya dan memilih untuk tidak berdosa. Ia dalam segala hal disamakan dengan kita, namun Ia memilih untuk tetap hidup saleh dan melakukan semua kehendak Allah. Kesalehan Yesus telah membuat Ia dibangkitkan dan menang atas maut. Bukan karena kuasa Allah, namun oleh hidup-Nya yang saleh. Hidup saleh dan suci yang dimiliki Yesus menjadi ukuran untuk kita layak disebut Anak Allah. Hidup yang saleh tentu dapat dilihat dari hidup yang selalu intim dengan Tuhan, selanjutnya hidup yang tertib dan benar dalam segala hal.
Karena Yesus adalah standard, maka apa yang dialami oleh Dia, haruslah juga kita alami. Diperlakukan tidak adil, dimusuhi, dihina, dan sebagainya. Dan untuk menjadi serupa dengan dengan Dia, kita harus rela menerima kenyataan yang demikian.

Menjadikan Yesus sebagai yang utama dalam hidup dan berusaha untuk serupa dengan Dia. (Ibrani 12:1-2).  Jadi, menjadi serupa dengan Yesus Kristus ternyata adalah kebutuhan kita yang utama. Kebutuhan tertier bukanlah kewajiban, namun bukan berarti tidak boleh, Kita boleh menikmati setiap fasilitas yang ada di dunia ini, tetapi janganlah itu membuat kita terbelenggu, sebab Tuhan harus tetap yang utama bagi kita.

1 komentar: