Selasa, 08 November 2016


 Meninggalkan Keduniawian, Pdt. Erastus Sabdono, PDO Filemon,  31 Oktober 2016

 II Korintus 5:1-10

Fakta tentang dahsyatnya kekekalan yang akan kita alami seharusnya menjadi perenungan penting bagi kita, dengan demikian kita akan berpikir bagaimana   harus hidup berkenan dihadapan Tuhan. Kesadaran akan kedahsyatan Tuhan (wibawa, kharisma, kuasa dan sebagainya) akan membawa kita pada kegentaran terhadap Dia sehingga kita  berusaha mengenal secara pribadi, dan mengalami perjumpaan dengan Dia.
Kemah tempat kita tinggal di dunia ini hanyalah sementara. Saat kemah tersebut dibongkar, kita akan hidup dalam kemah abadi yang sudah disediakan Allah bagi kita. Pemazmur menggambarkan bahwa batas umur kita didunia ini hanya tujuh puluh tahun saja. Suatu hitungan waktu yang begitu singkat dibandingkan dengan kekalan yang akan kita alami. Oleh sebab itu waktu yang masih diberikan Tuhan kepada kita sampai saat ini seharusnya menjadi kesempatan yang berharga, dimana berjumpa dan berusaha hidup berkenan kepada-Nya.
Perjumpaan dengan Allah akan melunturkan kebergantungan dan kecintaan kita terhadap dunia. Dan kita akan lebih tertarik membangun intimasi yang erat dengan Tuhan. Hubungan kita dengan Tuhan digambarkan rasul Paulus sebagai hubungan suami dan istri. (Efesus 5:22-33). Sebagaimana seorang suami memiliki cinta yang tulus kepada isterinya, demikianpun Tuhan terhadap umat-Nya. Kecintaan Yesus Kristus sebagai Sang mempelai pria kepada gereja-Nya, ditandai dengan kerelaan-Nya mati “dibunuh “oleh Bapa-Nya sendiri, demi menebus dosa umat-Nya. Lalu bagaimana respon kita, apakah kita juga sudah mencintai Tuhan dengan sepenuh hati kita? Atau bagaimana kita membalas cinta dan pengorbanan Tuhan kepada kita? Yesus rela meninggalkan segala kemuliaan-Nya hanya untuk bertemu bahkan mati buat kita. Sebagai calon mempelai Kristus, kitapun seharusnya rela meninggalkan segala kemuliaan yang kita miliki di dunia ini. Meninggalkan kemuliaan dunia bukan berarti kita harus melepaskan semua yang kita miliki. Tetapi hidup kita haruslah mengalami perubahan. Kita tidak lagi menggantungkan kebahagiaan kepada apa yang bisa diraih di dunia ini, tetapi kita mengarahkan perhatian yang tertuju kepada Yesus dan menganggap semua yang ada didunia ini sebagai titipan semata.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar